Pemerintah memiliki program-program dari kementerian tersendiri untuk menangani desa yang tertinggal. Biasanya, pemerintah menaruh perhatian lebih pada daerah yang memiliki ciri-ciri desa swadaya.
Tujuannya tidak lain agar masyarakatnya mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara. Sebab, desa-desa ini lebih tertinggal dibandingkan sekitarnya.
Pengertian Desa Secara Umum
Desa merupakan wilayah yang tersusun dari interaksi berbagai unsur fisiografis, keakrabannya tinggi, bergerak di sektor agraris, dan memiliki pemerintahan sendiri. Biasanya, hubungan masyarakat yang ada di desa biasa disebut paguyuban. Secara umum masyarakat desa masih terikat erat pada alam dan tradisinya.
Pemerintah sendiri telah mengklasifikasikan desa menjadi empat, yakni pra-desa, desa swadaya, swakarya dan swasembada. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tingkat perkembangan dari desa-desa yang ada di Indonesia. Untuk membedakannya, masyarakat harus memahami terlebih dahulu ciri-ciri dari masing-masing klasifikasi desa tersebut.
Ciri-ciri Desa Swadaya
Desa swadaya secara sederhana dapat diartikan sebagai desa yang sebenarnya memiliki potensi tertentu, namun potensi tersebut belum dikelola dengan maksimal. Ciri utama dari desa swadaya adalah kehidupan penduduknya masih sangat sederhana, berpegang teguh dengan adat dan hidup berdekatan dengan alam.
Desa yang termasuk kategori swadaya biasanya masih terbelakang, kehidupan masyarakatnya juga tradisional sehingga sarana dan prasarana desanya juga belum memadai. Namun meski begitu, desa ini sudah terdaftar di dalam sebuah wilayah administrasi tertentu dan hidupnya telah menetap. Begini ciri-ciri rincinya:
- Lokasi desanya masih terpencil. Bisa dibilang lokasi masih terisolir dari daerah yang ada di sekitarnya. Biasanya lokasi desanya terletak di daerah bertopografi yang sulit, sehingga menyulitkan mobilitas dan interaksi masyarakatnya dengan dunia luar. Lokasinya bisa di gunung, bukit, ataupun hutan yang terpencil.
- Sistem transportasinya masih belum berkembang dengan baik. Hal ini juga dipengaruhi oleh topografi wilayahnya yang memang biasanya masih sulit diakses.
- Jumlah penduduknya masih sedikit. Jumlah penduduk terbilang masih minim, namun hubungan antar penduduk masih sangat erat. Karena jumlah penduduknya yang sedikit ini pula lembaga sosial yang ada di dalam desa tersebut masih sederhana. Meskipun begitu, semua warga biasanya saling mengenal dan bersifat gotong royong.
- Masih memegang adat istiadat. Penduduk memegang teguh dan cenderung tertutup pada pihak luar. Selain karena akses keluar yang sulit, ketertutupan ini dimaksudkan agar kebudayaan yang dimiliki tetap terjaga.
- Kegiatan penduduk masih dipengaruhi dan bergantung pada alam. Oleh sebab itu, mata pencaharian dari mayoritas penduduk desa swadaya biasanya berpusat pada sektor agraris. Bertani, berkebun, dan beternak merupakan menjadi tumpuan utamanya.
- Lembaga-lembaga desa dan proses administrasinya belum berfungsi. Biasanya desa swadaya hanya dipimpin oleh seorang kepala adat, sehingga pola pemerintahannya juga masih sangat sederhana. Belum ada proses administrasi kompleks seperti di daerah maju.
- Tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini juga yang menyebabkan tingkat produktivitas masyarakat menjadi rendah, serta aksesibilitasnya terhadap teknologi pun masih rendah.
Contoh Desa Swadaya yang Ada di Indonesia
Karena topografi Indonesia yang cukup sulit, tidak dapat dipungkiri jika Indonesia masih memiliki desa-desa yang termasuk dalam klasifikasi desa swadaya. Hampir setiap pulau di Indonesia memiliki desa swadaya, dan beberapa di antaranya bahkan dijadikan warisan budaya karena kekentalan adat istiadatnya.
Penasaran seperti apa desa di Indonesia yang memiliki ciri-ciri desa swadaya? Berikut adalah dua contohnya:
1. Desa Kanekes
Pernah mendengar nama Suku Baduy? Ya, Desa Kanekes merupakan desa yang dihuni oleh ‘Urang Kanekes’ alias orang Baduy. Letaknya ada di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Suku Baduy mempercayai bahwa sukunya adalah keturunan dari dewa yang bernama Batara Cikal.
Suku Baduy mempercayai jika tujuan kehadirannya adalah untuk menjaga keselarasan dunia, caranya dengan menjaga kelestarian serta keseimbangan alam. Baginya, ada porsi dan batasan dalam menggunakan sumber daya alam. Suku ini terbagi dua bagian, yakni suku Baduy Dalam dan Baduy Luar.
Aturan Baduy dalam sangat ketat, mulai dari cara berpakaian, informasi yang diterima, bahkan pendidikan bahkan teknologi yang masuk. Berbeda dengan Baduy luar yang memiliki aturan yang lebih longgar. Kehidupannya cenderung sedikit lebih maju dibandingkan dengan Baduy Dalam.
2. Desa Bena
Desa ini memiliki beberapa suku yang bernama Dizi, Wahto, Dizi Azi, Deru Lalulewa, Ngada, Deru Solamae, Khopa, dan Ago. Letaknya di puncak bukit dekat gunung Inerie di daerah Flores, NTT. Suku-suku ini meyakini keberadaan Dewa Yeta yang akan melindungi kampungnya.
Di desa Bena terdapat bangunan bernama Nga’du dan Bhaga, dimana keduanya merupakan simbol leluhur kampung. Kedua simbol tersebut dapat ditemukan di halaman, tempat upacara adat untuk berkomunikasi dengan leluhurnya, dan kisanatapat. Desa Bena masih sangat kental dengan suasana perkampungan megalithikum.
Demikianlah pembahasan singkat mengenai ciri-ciri desa swadaya beserta contohnya. Kedepannya tentu akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan suatu daerah berdasarkan ciri-cirinya. Merangkul masyarakat desa swadaya sangat penting, selain agar keberadaannya tidak tersisihkan oleh modernisasi, adat istiadatnya yang kaya harus selalu dijaga.