Ini Dia 9 Fakta Unik dan Menarik Rumah Adat Aceh yang Belum Banyak Diketahui
Bukan hanya upacara adat atau tari-tarian, kekayaan budaya Indonesia juga bisa dilihat dari arsitektur bangunannya. Salah satu yang menarik adalah rumah adat Aceh. Selain megah dan indah, bangunan ini juga menyimpan banyak keunikan serta makna yang luar biasa.
Berbicara tentang Aceh tentu tidak bisa dilepaskan dari keyakinan mayoritas penduduknya, yaitu Islam. Syariat Islam sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, termasuk dalam bangunan rumah adatnya.
Berdasarkan ukuran, arsitektur, dan fungsinya, ada tiga jenis rumah adat Aceh, yaitu sebagai berikut.
- Rumoh Aceh atau Krong Bade
Rumoh Aceh dikenal juga dengan nama Krong Bade. Rumah ini biasanya berukuran besar dan memiliki fungsi yang lengkap sebagai sebuah rumah. Selain bangunan utama, Rumoh Aceh juga dilengkapi rumoh dapu (rumah dapur) dan lumbung padi. - Rumoh Santeut
Bangunan yang disebut juga tampong limong ini adalah rumah khas kalangan bawah. Meskipun sama-sama berbentuk panggung, Rumoh Santeut tidak setinggi Rumoh Aceh. Ketinggian lantai rumahnya pun sama, tidak seperti Rumoh Aceh yang lantai ruang tengahnya lebih tinggi. - Rangkang
Berbeda dari dua jenis rumah sebelumnya, bangunan Rangkang hanya berupa rumah panggung dengan satu ruangan saja. Fungsinya pun tidak seperti rumah pada umumnya. Rangkang hanya digunakan sebagai tempat melepas lelah para petani saat bekerja di sawah.
Di antara ketigahnya, Rumoh Aceh-lah yang sering diidentikkan sebagai rumah adat Aceh. Setiap bagian rumah memiliki nama, fungsi, dan makna filosofis tersendiri yang terkait dengan nilai-nilai religius yang dianut masyarakat Aceh.
Nah, apa saja fakta unik dan makna filosofis rumah kebanggaan masyarakat Tanah Rencong ini? Simak ulasannya berikut ini. - Posisi Rumah Memanjang dari Timur ke Barat
Seperti kebanyakan rumah adat di Sumatra, rumah tradisional Aceh juga berbentuk rumah panggung. Dengan tinggi tiang 2,5–3 meter, rumah panggung akan melindungi penghuninya dari ancaman binatang buas, banjir, bahkan gempa.
Rumah adat Aceh memiliki bentuk yang seragam, yaitu persegi empat dan ditempatkan dengan posisi memanjang dari timur ke barat. Ada beberapa pendapat mengenai alasan orang Aceh mendirikan rumah dengan posisi ini.
Banyak yang meyakini, posisi tersebut tidak lepas dari ajaran Islam yang dianut oleh mayoritas orang Aceh, yaitu berhubungan dengan kiblat. Posisi memanjang timur-barat ini diyakini merupakan upaya untuk membuat garis imajiner antara Aceh dengan Kakbah di Mekah.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa posisi rumah seperti itu berkaitan dengan arah angin yang bertiup di wilayah Aceh. Rumah harus dibangun dengan posisi searah angin dan tidak menghadap arah angin karena akan membuat rumah mudah roboh.
Selain itu, ada juga yang percaya bahwa arah rumah timur-barat juga berkaitan dengan posisi matahari. Dengan posisi tersebut, sinar matahari di pagi hari lebih mudah menerobos masuk ke setiap ruangan di dalam rumah. - Berukuran Besar
Bahan utama untuk membuat rumah adat Aceh adalah kayu, baik untuk tiang, dinding, maupun lantai, sedangkan atapnya dibuat dari daun rumbia. Secara umum, rumah tradisional Aceh memiliki 3 atau 5 buah ruangan dan salah satunya menjadi ruangan utama.
Dengan luas rumah total minimal 200 meter persegi dan tinggi dari lantai hingga atap 8 meter, ruangan-ruangan tersebut berukuran cukup besar. Orang Aceh juga tidak menggunakan meja dan kursi serta hanya menggunakan tikar sebagai alas sehingga ruangan terasa semakin lapang. - Terbuat dari Bahan Alam tanpa Paku
Rumah tradisional Aceh seluruhnya dibuat dari bahan alam karena kehidupan masyarakat Aceh memang sangat dekat dengan alam. Selain itu, ketersediaan bahan baku pun masih sangat melimpah.
Untuk mendirikan Rumoh Aceh, dibutuhkan bahan-bahan dari alam berupa:
- kayu: sebagai bahan utama rumah, dibuat sebagai tiang, kuda-kuda, dan banyak bagian rumah lainnya, seperti toi, roek, bara, bara linteung, teuleung rueng, indreng, dan lain-lain;
- papan: digunakan untuk membuat dinding rumah dan lantai;
- bambu (trieng): sebagai bahan pembuatan reng, alas lantai, beuleubah atau tempat menyematkan atap, dan lain-lain;
- enau (temor): sebagai bahan alternatif pengganti bambu untuk mengalasi lantai;
- taloe meuikat (tali pengikat): biasanya dibuat dari rotan, tali ijuk, atau kulit pohon waru;
- oen meuria (daun rumbia): bahan utama untuk membuat atap rumah;
- daun enau: merupakan pengganti daun rumbia untuk membuat atap rumah; serta
- peuleupeuk meuria (pelepah rumbia): digunakan untuk membuat dinding rumah dan rak-rak.
Lazimnya, rumah yang terbuat dari kayu menggunakan paku. Namun, tidak demikian dengan rumah Aceh. Bangunan ini seluruhnya dibuat dari bahan alam, termasuk untuk mengikat sambungan antar material yang digunakan.
Dalam pembangunannya, rumah adat Aceh tidak menggunakan paku satu pun. Sebagai pengikat dan penguat bangunan, digunakan bahan-bahan lain, seperti rotan, tali ijuk, dan kulit pohon waru.
- Tiga Tahap Pembangunan, Tiga Kali Upacara Adat
Tahukah kamu bahwa rumah Aceh bisa bertahan hingga ratusan tahun? Penyebabnya, meskipun hanya dibuat dari kayu, pembangunan rumah adat Aceh dilakukan dengan cermat dan hati-hati melalui serangkaian proses.
Bagi masyarakat Aceh, rumah bukan sekadar bangunan fisik tempat berlindung dari panas dan hujan. Mereka percaya bahwa membangun rumah sama seperti membangun kehidupan sehingga tidak bisa dilakukan dengan asal-asalan.
Adapun proses pembangunan rumah Aceh meliputi tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
a. Tahap Musyawarah
Saat sebuah keluarga berencana membangun rumah, tahap pertama yang harus dilakukan adalah bermusyawarah. Selanjutnya, kesepakatan yang dihasilkan dari musyawarah diserahkan kepada seorang teungku (ulama) di kampung tempat rumah tersebut akan dibangun.
Teungku kemudian akan memberikan masukan, baik dalam masalah pengadaan kayu, pemilihan hari baik, penyelenggaraan kenduri atau pesta syukuran, dan sebagainya. Bukan hanya itu, sang teungku juga memberikan masukan agar rumah menjadi nyaman dan tenteram.
b. Tahap Pengadaan Bahan
Setelah tercapai kesepakatan antara anggota keluarga dan teungku, proses dilanjutkan ke tahap pengadaan bahan. Proses penyediaan bahan baku rumah ini dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh anggota masyarakat alias gotong-royong.
Bahan yang dibutuhkan terdiri dari kayu sebagai bahan utama, trieng (bambu) untuk lantai, daun rumbia atau daun enau untuk atap, dan lainnya. Kriteria kayu yang layak dipilih adalah yang tidak dililit akar dan tidak mengenai pohon lain saat jatuh akibat ditebang.
Kayu-kayu tersebut dikumpulkan di tempat yang terlindung dari terik matahari dan hujan. Jika rumah tidak akan dibangun dalam waktu dekat, kayu direndam air terlebih dahulu agar tidak dimakan rayap. Selanjutnya, dimulailah proses pemotongan dan pembentukan kayu.
c. Tahap Konstruksi
Setelah kayu-kayu dan bahan lain siap, proses konstruksi pun dimulai, ditandai dengan pembuatan landasan tempat memancangkan kayu. Kayu yang dipancangkan pertama kali adalah kayu tiang utama atau disebut juga tiang raja dan dilanjutkan tiang-tiang lainnya.
Proses konstruksi dilanjutkan dengan pembuatan bagian dinding dan lantai bagian tengah rumah, diikuti bagian-bagian lain. Setelah itu, atap rumah yang terbuat dari bahan rumbia pun dipasang dan diakhiri dengan pemasangan ornamen rumah, seperti ukiran dan sebagainya.
Selama proses pembangunan, dilakukan tiga kali upacara adat. Waktu pelaksanaan ketiga upacara adat tersebut adalah ketika mengambil kayu dari hutan, saat proses pembangunan dimulai, dan pada waktu rumah selesai dibangun atau hendak ditempati.
- Strukturnya Tahan Gempa
Kamu pasti tahu bahwa ilmu pengetahuan modern menunjukkan bahwa Aceh termasuk wilayah yang rawan gempa. Tidak diketahui pasti apakah masyarakat zaman dahulu mengetahui hal ini atau tidak, tetapi ada fakta menarik tentang rumah Aceh yang berhubungan dengan gempa ini.
Seperti disebutkan sebelumnya, rumah Aceh dibangun tanpa paku. Untuk menyatukan antarbagian, material diikat menggunakan tali rotan atau ijuk. Ternyata, teknik ini terbukti membuat bangunan lebih fleksibel saat terjadi guncangan sehingga tidak roboh akibat gempa. - Pintu Lebih Rendah dari Orang Dewasa
Saat hendak memasuki rumah adat Aceh, kamu mungkin akan terkejut karena ukuran pintunya tak seperti pintu biasa. Ya, ukuran pintu utama Rumoh Aceh hanya sekitar 120–150 cm, lebih rendah dari tinggi orang dewasa pada umumnya.
Ternyata, ukuran tersebut bukan tanpa sengaja, melainkan ada maksud dan makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Pintu dibuat rendah supaya setiap orang yang akan masuk rumah harus membungkukkan badannya sebagai tanda hormat kepada tuan rumah.
Tak peduli tamu yang datang dari kalangan orang berada ataupun masyarakat kebanyakan, semua harus memberi saleum horeumat pada ahli bait (salam hormat kepada pemilik rumah). Hal ini selaras dengan ajaran Islam bahwa pada dasarnya, derajat manusia adalah sama.
Bukan hanya pintu, tradisi menghormati pemilik rumah juga tampak pada adanya tempayan berisi air di depan rumah. Siapa saja yang datang harus mencuci kakinya sebelum menaiki tangga rumah. Maknanya, sang tamu harus menyucikan niat sebelum datang berkunjung.
- Jumah Anak Tangga Selalu Ganjil
Fakta unik lain rumah adat Aceh adalah anak tangganya selalu berjumlah ganjil, biasanya antara 7 hingga 9 anak tangga. Konon, hal ini memiliki makna yang terkait dengan nilai-nilai religius masyarakat Aceh. Dalam Islam, angka ganjil memang memiliki keistimewaan tersendiri. - Memiliki 10 Bagian Utama dengan Fungsi Berbeda
Setiap kota atau kabupaten yang termasuk dalam wilayah Aceh memiliki rumah adat masing-masing dengan detail yang berbeda. Namun, secara umum, rumah adat Aceh memiliki 8 bagian utama sebagai berikut.
a. Tamee (Tiang)
Tamee merupakan bagian penting yang harus ada pada rumah Aceh. Selain sebagai penyangga, tiang juga berguna untuk mempermudah proses pemindahan rumah. Tiang terbuat dari kayu bulat berdiameter 20–35 cm dengan jumlah 16, 20, 24, atau 28, tergantung luas rumah.
b. Seulasa (Selasar)
Seulasa atau selasar merupakan bagian rumah yang terletak paling depan dan menempel dengan serambi depan. Sejak zaman dahulu, letak selasar ini tidak pernah berubah hingga sekarang.
c. Seuramoe Keue (Serambi Depan)
Sesuai namanya, seuramoe ukeu ini terletak di bagian depan rumah. Fungsi utama bagian ini adalah untuk menerima tamu laki-laki atau tempat bersantai. Selain itu, jika dibutuhkan, ruangan ini juga digunakan sebagai tempat makan dan tidur tamu laki-laki yang menginap.
d. Seuramo Teungoh (Serambi Tengah)
Inilah yang menjadi bagian inti dari rumah adat Aceh. Bagian ini terletak di antara serambi depan dan serambi belakang. Biasanya, seuramo teungoh dibagi menjadi dua sayap dan dipisahkan oleh sebuah gang yang menghubungkan serambi depan dengan serambi belakang.
Sifat ruangan ini sangat privat, khusus untuk pemilik rumah dan keluarganya. Para tamu tidak diperbolehkan masuk ruangan ini. Untuk membedakannya dengan bagian rumah yang lain, posisi lantai ruangan ini dibuat lebih tinggi.
Ruangan ini terdiri dari beberapa kamar tidur. Pada saat ada yang menikah, kamar-kamar tersebut digunakan sebagai kamar pengantin. Ketika ada anggota keluarga yang meninggal, ruangan ini juga digunakan sebagai tempat memandikan jenazah.
e. Seuramoe Likot (Serambi Belakang)
Berkebalikan dengan serambi depan, seramoe likot atau serambi belakang terletak di bagian belakang rumah. Bagian ini berfungsi untuk menerima tamu perempuan, termasuk sebagai tempat makan dan tidur.
f. Rumoh Dapu (Rumah Dapur)
Rumah dapur ini terletak di dekat atau tersambung dengan serambi belakang. Batas antara bagian ini dengan serambi belakang ditandai dengan posisi lantai rumah dapur yang lebih rendah.
g. Kroong Padee (Lumbung Padi)
Kebanyakan masyarakat Aceh bekerja sebagai petani. Tidak heran, Rumoh Aceh pun dilengkapi sebuah lumbung padi. Lumbung padi terletak di pekarangan dan terpisah dari bangunan utama, bisa di belakang, samping, atau bahkan di depan rumah.
h. Ruang Bawah
Bukan hanya bagian atas, ruang di bagian bawah rumah juga ternyata memiliki fungsi khusus. Biasanya, ruangan ini digunakan untuk menyimpan barang, padi atau hasil panen lainya, juga sebagai tempat para perempuan Aceh menenun kain tradisional.
i. Keupaleh (Gerbang)
Sama seperti bangunan rumah, keupaleh atau gerbang ini dibuat dari kayu. Namun, tidak semua rumah adat Aceh memiliki gerbang. Biasanya, pintu gerbang hanya dijumpai pada rumah-rumah milik tokoh masyarakat atau kalangan berada.
j. Bagian Atas
Sebagaimana ruang di bawah rumah, bagian atas rumah pun memiliki fungsi khusus. Biasanya, di bagian ini, dipasang semacam para atau loteng. Fungsinya adalah untuk menyimpan barang-barang kenangan milik keluarga agar kelak bisa diceritakan kepada anak-cucu.
- Ukiran Menunjukkan Status Sosial
Seperti halnya di daerah lain, tampilan fisik sebuah rumah juga merupakan cerminan status sosial dan ekonomi pemiliknya. Pada rumah khas Aceh, tingkatan sosial tersebut dapat dilihat dari ornamen berupa ukiran yang terpahat pada seluruh bagian bangunan.
Ukiran yang banyak dan rumit menunjukkan rumah tersebut adalah milik orang berada. Jika dilihat pun, rumah seperti ini akan tampak megah dan indah. Sebaliknya, rumah panggung orang kebanyakan tampak lebih polos, tanpa ornamen.
Adapun ragam motif hias yang sering digunakan untuk memperindah bangunan Rumoh Aceh adalah:
- motif keagamaan, biasanya berupa kaligrafi denga mengambil dari ayat-ayat Alquran;
- motif floral, berupa bagian-bagian tumbuhan, mulai dari akar, daun, batang, bunga-bungaan. Biasanya, ukiran dengan motif floral jarang diberi warna. Kalaupun ada, hanya warna merah dan hitam. Ukiran dengan motif bebungaan terdapat pada balok, dinding, jendela, kindang, rinyeuen (tangga), dan tulak angen;
- motif fauna, biasanya binatang yang sering dilihat dan banyak disukai orang;
- motif alam, seperti langit, bulan, dan bintang; serta
- motif lainnya, berbentuk seperti rantee, lidah, dan sebagainya.
Kemegahan dan keindahan bangunan rumah Aceh membuat siapa pun terpesona memandangnya. Tak hanya itu, fakta unik dan makna filosofis yang dimilikinya akan membuat kamu semakin terkagum-kagum.
Sayangnya, sudah jarang orang yang membangun rumah adat Aceh karena harga material dan biaya pembuatannya lebih mahal dibandingkan rumah modern. Untuk melihatnya, kamu bisa berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah atau Museum Aceh di Kota Serambi Mekah.
Referensi: