Kerajaan Demak, erat kaitannya dengan proses Islamisasi Pulau Jawa. Sebab, kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan, sekaligus sebagai tanda terintegrasinya islam dengan lembaga politik.
Kerajaan Islam tersebut merupakan bentukan dari para penguasa, para pedagang dan juga pengembara muslim yang memiliki peran sebagai pelaku ekonomi sekaligus juru dakwah untuk memperkenakan Islam kepada masyarakat lokal.
1. Letak Kerajaan Demak
Kerajaan Bintoro atau yang lebih terkenal dengan sebutan Kerajaan Demak, merupakan dibawah pimpinan Kerajaan Majapahit.Kekuasaan pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah yang berasal dari kerajaan Majapahit. Letak Kerajaan Demak sangatlah strategis dan sangat menguntungkan untuk akses perdagangan dan juga pertanian.
Kerajaan Demak terletak di selat antara Pegunungan Muria dan juga Jawa. Sebelumnya, selat tersebut agak lebar dan bisa dilayari kapal dagang dari Semarang, bisa juga mengambil jalan pintas untuk berlayar menuju Rembang.
Namun sejak abad ke 17-an, jalan pintas tersebut sudah tidak dapat dilayari setiap saat. Sebab, pada abad ke 16 Demak menjadi gudang padi dari daerah pertanian di tepian selat tersebut.
Sebelumnya pada sekitar tahun 1500 masehi, kota Juwana merupakan pusat gudang padi bagi daerah tersebut. Namun pada sekitar tahun 1513, kota Juwana dihancurkan oleh Gusti Patih, seorang panglima besar dari Kerajaan Majapahit yang pada saat itu yang bukan Islam.
Ini adalah perlawanan terakhir Kerajaan Majapahit yang akan bertransformasi dari Islam kultural menuju Islam struktural.
Setelah Juwana jatuh, tentu Demak lah yang menjadi penguasa tunggal di wilayah selatan Pegunungan Muria. Kemudian, Sungai Serang menjadi penghubung antara Demak dan Daerah pedalaman di Jawa Tengah. Sekarang sungai tersebut bermuara di Laut Jawa, yakni antara Demak dan Jepara.
Pada saat itu, hasil pertanian di daerah Demak sudah sangat baik. Di tambah lagi, persediaan padi untuk kebutuhan dan untuk pergadangan masih akan terus di setok oleh para penguasa di Demak tanpa harus susah payah. Hal ini akan sangat mudah terjadi apabila Demak dapat menguasai jalan penghubung.
2. Berdirinya Kerajaan Islam Demak
Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama dan terbesar di pesisir pantai utara pulau jawa. Sebelumnya, Demak merupakan kadipaten dari Kerajaan Majapahit, yang kemudian muncul menjadi sebuah kekuatan baru yang mewarisi kebesaran Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Demak merupakan sarana yang cukup efektif bagi perkembangan Islamisasi ditingkatan struktural politik yang dilakukan oleh para sultan yang memegang kekuasaan.
Di dalam faktor perkembangannya, kerajaan Islam di Indonesia merupakan hasil dari peranan pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Sultan.
Pada saat itu, yang dimaksud sultan adalah orang yang memiliki kewenangan untuk mengatur kebijaksanaan dan memiliki wewenang untuk bertindak sesuai dengan situasi, dangan tujuan kejayaan kerajaan pada masa itu.
Demak merupakan Kerajaan Islam pertama yang ada di pulau Jawa, berdiri pada tahun 1500 sampai 1550 masehi. Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah (1500-1518), seorang bangsawan dari kerajaan majapahit.
Kemudian, Kerajaan Demak secara terang terangan memutuskan ikatan dengan Kerajaan Majapahit, yang pada saat itu sedang mengalami kemunduran. Raden Patah memilih Demak sebagai ibu kota kerajaan Islam. Raden Fatah memiliki gelar Sultan Sah Alam Akbar, yang lahir pada tahun 1478 dan meninggal di tahun 1518.
Kemudian, kepemimpinan dilanjutkan oleh Adipati Yunus atau biasa dipanggil Pangeran Sabrang Lor, atas dukungan Wali Sunan Ampel, Sunan Bonang, Maulana Malik Ibrahim, Sunan Drajad, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati.
3. Raja-Raja Kerajaan Demak
Tepat ketika Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran, satu persatu para bupati yang berada didaerah pesisir pantai utara Jawa mulai melepaskan diri. Kemudian, berdirilah Kerajaan Demak yang sekaligus sebagai kerajaan Islam pertama yang berdiri di Jawa.
Adapun Raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Demak adalah Raden Patah, Adipati Unus, Sultan Trenggana.
3.1. Raden Patah
Palembang merupakan aktor penting dalam melahirkan pemimpin-pemimpin besar. Seperti Raden Patah, yang merupakan raja Islam pertama yang memimpin kesultanan Demak, dan juga saudara tirinya yang bernama Kusen yang menjadi tanda di Terung, dan ibu dari kedua pemimpin besar itu merupakan seorang wanita etnis Cina.
Raden Patah adalah putra Prabu Brawajiya dari Kerajan Majapahit. Sedangkan ayah kusen adalah Ario Damar atau biasa di panggil Dillah, yang merupakan Raja Palembang. Raden Patah, secara resmi adalah Putra dari adipati Palembang, bersama Ario Damar dengan permaisuri dari putri Campa.
Namun, sebelum putri Campa tersebut menjadi permaisuri dari Adipati Palembang, sang putri terlebih dahulu menjadi permaisuri Raja Brawijaya. Ketika menjadi permaisuri Raja Brawijaya, yakni pada waktu sang putri Champa sedang mengandung, disuatu malam sang Raja sempat bermimpi mendukung matahari.
Menurut kepercayaan pada waktu masa itu, jika anak yang dikandungan nanti lahir seorang laki-laki maka dia akan menjadi raja. Namun jika yang dilahirkan seorang seorang anak perempuan maka dia akan menjadi permaisuri raja. Oleh karena khawatir mimpi Sang Prabu menjadi kenyataan, akhirnya sang putri diberikan kepada Adipati Palembang.
3.2. Adipati Unus
Setelah Raden Patah meninggal dunia, kemudian estafet kepemimpinan Kerajaan Demak dilanjutkan oleh Adipati Unus. Adipati Unus merupakan putra sulung dari Radern Patah yang memimpn kesultanan Demak dari tahun 1518 hingga tahun 1521 masehi.
Kesultanan dibawah pimpinan Adipati Unus tidak bertahan lama, dikrenakan meninggal dunia di usianya yang masih muda dan tidak memiliki seorang putera mahkota penerus tahta.
Adipati unus meninggal dunia saat melakukan penyerbuan ke Malaka untuk melawan bangsa Portugis. Kala itu, pada tahun 1511 masehi, yakni ketika demak melakukan penyerbuan ke Malaka disana telah didahului Portugis tetapi Adipati Unus tidak mengurungkan niatnya. Kemudian pada tahun 1512, Demak mengirimkan armada perang menuju Malaka.
Namun, tepat ketika setalah armada perang sampai di pesisir pantai Malaka, seketika armada Adipati Unus langsung dihujani meriam oleh pasukan portugis. Serangan kedua dari Adipati Unus dilakukan pada tahun 1521 masehi, namun tetap saja gagal, sekalipun kapal perang telah direnofasi menyesuaikan medan.
Selain itu, keberhasilan Adipati Unus adalah mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Adipati Unus juga telah membersihkan Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, yang pada saat itu di beberapa bagian wilayahnya tengah menjalin kerjasama dengan orang-orang Portugis. Hingga akhirnya Adipati Unus meninggal dunia pada tahun 1521 masehi.
3.3. Sultan Trenggana
Sulltan Trenggana merupakan adik dari Adipati Unus, yang memimpin kesultanan Demak dari tahun 1521 hingga tahun 1546 masehi. Kerajaan Demak mencapai masa kejayaan ketika di pimpin oleh Sultan Trenggana, dikarenakan terus-menerus memperluas daerah kekuasaannya hingga sampai ke daerah Jawa Barat.
Pada tahun 1522 M, Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat, yakni dibawah pimpinan Fatahillah. Adapun Daerah yang berhasil ditaklukkan oleh Demak antara lain Sunda Kelapa, Banten, dan Cirebon. Penguasaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menggagalkan hubungan kerja sama antara Portugis dan Kerajaan Padjajaran.
Di bawah pimpinan Fatahillah, Armada Portugis dapat dihancurkan. Dengan kemenangan tersebut, kemudian Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan penuh. Dewasa ini, peristiwa yang dulu pernah terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 masehi, kini diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Sultan Trenggana terus memimpin sendiri pasukannya, dalam usaha memperluas kekuasaannya ke wilayah Jawa Timur. Hingga kemudian, satu persatu wilayah Jawa Timur berhasil ditaklukkan, seperti Gresik, Tuban, Maduin, dan Malang. Akan tetapi pada tahun 1546, Sultan Trenggana meninggal dunia ketika menyerang Pasuruan.
Kematian Sultan Trenggana adalah usaha memasukan kota pelabuhan miliki orang kafir menjadi wilayah kekuasaannya, dengan cara kekerasan yang berujung kegagalan. Berarti, Sultan Trenggana berkuasa dalam kesultanan Demak selama 42 tahun.
Di masa kejayaan Sultan Trenggana, pernah berkunjung ke Sunan Gunung Jati. Dari sinilah, Sultan Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin, yakni Gelar Islam yang sebelumnya telah diberikan kepada Raden Patah ketika berhasil menaklukkan Majapahit.
4. Keruntuhan Kerajaan Demak
Pascawafatnya Sultan Trenggana, kemudian terjadilah kekacauan politik yang sangat hebat di keraton Demak. Sedikit demi sedikit kadipaten mulai berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Demak. Bahkan, di Demak sendiri muncul pertentangan antar para waris yang berhasarat berebut tahta. Seharusnya, yang menggantikan Sultan Trengggana adalah pengeran Sekar Seda Ing Lepen.
Namun demikian, Pangeran Sekar Seda Ing Lapen dibunuh oleh Sunan Prawoto yang berusaha merebut tahta kerajaan. Kemudian, Adipati Jipang atau Arya Penangsang, yang merupakan anak laki-laki dari Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, tidak tinggal diam. Hingga akhirnya, Sunan Prawoto bersama pendukungnya dibunuh oleh Arya Penangsang.
Kemudian Arya Penangsang naik tahta. Akan tetapi Arya Penangsang hanya berkuasa sebentar, karena ia di kalahkan oleh Jaka Tingkir yang dibersamai oleh Ki Penjawi, Kiyai Gede Pamanahan dan putranya Sutawijaya. Kemudian, Jaka tingkir naik tahta dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri.
Setelah Jaka Tingkir menjadi raja, kemudian mendapat gelar Sultan Hadiwijaya serta memindahkan pusat pemerintahannya ke Pajang pada tahun 1568. Sultan Hadiwijaya sangat menghormati orang yang berjasa atas kemenangannya dalam pertempuran melawan Arya Penangsang.
Sultan Hadiwijaya memberkati Kyai Ageng Pemanahan berupa tanah Mataram. Sedangkan Kyai Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat menjadi bupati di daerahnya masing-masing. Kemudian, Sutawijaya yangtmerupakan putra Kyai Ageng Pemanahan, oleh Sultan Hadiwijaya dijadikan putra angkat karena turut berjasa dalam menaklukan Arya Penangsang.
Kemudian pada tahun 1575, Kyai Ageng Pemanahan meninggal dunia, dan posisinya diteruskan oleh Sutawijaya. Setelah itu, Sultan Hadiwijaya juga wafat pada tahun 1582, dan kepemimpinan dilanjutkan Putranya yang bernama Pangeran Benawa. Dari sini, muncul pemberontakan yang dilakukan Arya Panggiri yang merasa memiliki hak atas tahta Pajang.
Namun pemberontakan tersebut masih bisa digagalkan oleh Pangeran Benawa dengan di bantu Sutawijaya. Pengeran Benawan menyadari dirinya tidak mampu memimpin kesultanan, apalagi menghadapi musuh dan juga bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Pajang. Pada waktu itu Sutawijaya sedang menjabat sebagai bupati Mataram, hingga ahirnya pusat kerajaan Pajang dipinda ke Mataram.